JATIMTIMES - Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, lagu kebangsaan “Indonesia Raya” kembali menggema di berbagai sudut negeri mulai dari sekolah, kantor pemerintahan, hingga pusat perbelanjaan. Momen ini selalu menjadi simbol persatuan dan kebanggaan bangsa.
Namun, di tengah semarak perayaan kemerdekaan, muncul pertanyaan di masyarakat: apakah memutar lagu “Indonesia Raya” di acara publik atau tempat usaha juga bisa dikenakan royalti, mengingat belakangan ini kasus pelanggaran hak cipta dan penarikan royalti lagu sedang ramai diperbincangkan?
Baca Juga : Elf dan Sepeda Motor Tabrakan di Jalan Raya Sembon Tulungagung, Dua Orang Luka Berat
Belakangan, isu pembayaran royalti atas penggunaan lagu memang menjadi sorotan publik. Salah satu kasus yang mencuat adalah dugaan pelanggaran hak cipta oleh PT Mitra Bali Sukses (MBS), pemegang lisensi merek Mie Gacoan di Bali. Polda Bali menetapkan Direktur PT MBS, I Gusti Ayu Sasih Ira, sebagai tersangka setelah Lembaga Manajemen Kolektif Sentra Lisensi Musik Indonesia (LMK Selmi) melaporkan penggunaan delapan lagu tanpa izin dan pembayaran royalti.
Kasus ini memunculkan pertanyaan penting: apakah memutar lagu kebangsaan "Indonesia Raya" juga wajib membayar royalti?
Apa Itu Public Domain?
Menurut Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman kini berstatus public domain. Public domain adalah kondisi ketika hak cipta suatu karya sudah berakhir, sehingga siapa pun bebas menggunakannya, memperbanyak, atau mengaransemen ulang tanpa perlu izin dan tanpa membayar royalti kepada pencipta atau ahli warisnya.
Berdasarkan Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, perlindungan hak cipta untuk lagu atau musik berlaku seumur hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah kematiannya, dihitung mulai 1 Januari tahun berikutnya.
W.R. Supratman meninggal pada 1938, sehingga perlindungan hak cipta “Indonesia Raya” berakhir pada 1 Januari 2009.
Meskipun hak ekonomi lagu “Indonesia Raya” sudah berakhir, hak moralnya tetap melekat. Artinya, setiap orang yang memutar atau menyanyikan lagu ini tetap wajib menyebutkan W.R. Supratman sebagai penciptanya.
Selain itu, versi aransemen baru yang dibuat oleh musisi, penata musik, atau produser rekaman bisa memiliki hak terkait tersendiri. Jika versi aransemen tersebut digunakan di tempat komersial, pemilik hak terkait berhak menarik imbalan melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
Walaupun bebas dari kewajiban royalti, penggunaan “Indonesia Raya” diatur ketat oleh undang-undang. UU Nomor 24 Tahun 2009 melarang:
• Menggunakan lagu kebangsaan untuk tujuan komersial
• Mengubah lirik, nada, atau irama dengan maksud merendahkan kehormatannya
• Menyebarluaskan versi ubahan yang tidak menghormati nilai kebangsaan
Baca Juga : Pelajar 13 Tahun Terpeleset 10 Meter di Gunung Cemenung Tulungagung, Korban Luka-Luka
• Pelanggaran terhadap aturan ini bisa dikenakan sanksi pidana hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Aturan Menyanyikan Indonesia Raya
Berdasarkan PP No. 44 Tahun 1958 dan UU No. 24 Tahun 2009, lagu kebangsaan wajib dinyanyikan atau diperdengarkan dalam momen tertentu, seperti:
- Upacara pengibaran dan penurunan bendera
- Penghormatan kepada Presiden/Wakil Presiden
- Pembukaan sidang resmi di parlemen
- Kegiatan pendidikan atau acara yang menumbuhkan rasa kebangsaan
Secara teknis, lagu dinyanyikan lengkap satu strofe dengan satu kali ulangan pada refrein, baik diiringi musik maupun tidak. Semua yang hadir wajib berdiri tegak sebagai bentuk penghormatan.
Lagu “Indonesia Raya” bebas digunakan tanpa royalti karena sudah berstatus public domain. Namun, penggunaannya tetap harus mematuhi aturan, menghormati hak moral pencipta, dan menjaga kehormatan lagu kebangsaan. Aransemen baru yang direkam tetap bisa dikenakan royalti jika digunakan secara komersial.