JATIMTIMES — Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) terus memperkuat sektor pertanian tembakau dengan pendekatan ilmiah berbasis riset. Tahun 2025, program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) difokuskan tidak hanya pada pembangunan fisik, tetapi juga pada kegiatan pembinaan sosial, pelatihan, serta riset pemupukan yang bekerja sama dengan Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Pemanis dan Serat (BRMP TAS) Kementerian Pertanian RI.
Kepala DKPP Kabupaten Blitar Ir Setiyana menjelaskan bahwa program DBHCHT tahun ini dirancang secara komprehensif agar manfaatnya lebih terasa langsung bagi petani. Selain pembangunan infrastruktur pertanian dan pemberian bantuan sarana produksi serta bibit tanaman hortikultura seperti cabai, pemerintah daerah juga menyelenggarakan bimbingan teknis untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan petani tembakau.
“Bimtek ini mencakup budidaya, kemitraan, hingga penguatan kelembagaan. Salah satu kegiatan pentingnya adalah uji pupuk untuk menentukan dosis paling ideal bagi varietas tembakau lokal,” ujar Setiyana, Rabu (12/11/2025).
Menurut dia, pengujian tersebut difokuskan pada varietas tembakau Selopuro yang sejak lama menjadi ikon pertanian Kabupaten Blitar. Kegiatan itu dilaksanakan di Desa Mandesan, Kecamatan Selopuro, wilayah yang dikenal subur dan memiliki sejarah panjang dalam tradisi tembakau lokal khas Blitar.
“Uji lapangan sudah selesai, sekarang tinggal menunggu hasil laboratorium dari BRMP TAS. Nantinya, hasil riset ini akan menentukan dosis pupuk paling sesuai untuk varietas tertentu. Jadi petani punya acuan yang jelas dan ilmiah,” jelasnya.

Kolaborasi Riset untuk Tembakau Lokal
Kerja sama DKPP dengan BRMP TAS bukan hal baru. Sejak 2021, lembaga riset di bawah Kementerian Pertanian tersebut telah berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Blitar dalam merakit dan melepas lima varietas unggul tembakau lokal, yakni Kalituri, Mancung, Lulang, Sedep, dan Kenongo.
Aji Pangestu, staf peneliti BRMP TAS, menjelaskan bahwa upaya ini merupakan bagian dari strategi pengembangan pertanian berkelanjutan di Blitar. Setelah melepas varietas unggulan, pihaknya memastikan ketersediaan benih dasar pada 2022, kemudian memproduksi benih sebar untuk area hingga 10 ribu hektare di Kabupaten Blitar sepanjang 2023–2024.
“Target kami, dalam lima tahun ke depan petani di Blitar bisa mendapatkan benih unggul secara berkelanjutan. Tahun 2025 ini kami fokus melakukan bimtek perbenihan sekaligus riset pemupukan untuk dua varietas, yaitu Kenongo dan Lulang,” ujarnya.
Dalam pengujian tersebut, BRMP TAS menanam tembakau di lahan seluas satu hektare dengan perlakuan berbagai kombinasi pupuk organik dan kimia. Tujuannya adalah menentukan dosis paling efisien dan ekonomis tanpa menurunkan kualitas daun.
“Dari hasilnya nanti, kami akan melihat aspek produksi, kualitas, dan nilai jual. Jika dosis tertentu terbukti optimal untuk varietas Kenongo, itu akan dijadikan standar operasional budidaya (SOP) yang bisa digunakan oleh penyuluh dan petani,” terang Aji.
Riset ini direncanakan berlangsung selama tiga tahun, mulai 2025 hingga 2027, dan mencakup seluruh varietas tembakau khas Blitar. Ia menambahkan, hasil akhir penelitian tersebut akan menjadi panduan teknis resmi bagi pemerintah daerah dan petani, mulai dari penyusunan anggaran bantuan hingga pelaksanaan kegiatan penyuluhan.
BRMP TAS yang berlokasi di Jalan Raya Karangploso, Kabupaten Malang, memiliki delapan laboratorium terakreditasi ISO 17025. Fasilitas ini memungkinkan pengujian dilakukan secara komprehensif, mulai dari uji mutu benih, kimia tanaman, kultur jaringan, hingga analisis DNA.
“Kami bisa menelusuri kekerabatan varietas dan mengukur kadar nikotin, gula, serta klor dalam tembakau. Hasilnya menjadi dasar ilmiah untuk meningkatkan kualitas varietas lokal,” kata Aji.
Baca Juga : Beli Rumah tapi Status Tanahnya Hak Guna Bangunan, Bahayakah? Ini Penjelasan Notaris
Dengan dukungan laboratorium tersebut, hasil riset BRMP TAS diharapkan tidak hanya memperkuat daya saing tembakau Blitar di pasar domestik, tetapi juga membuka peluang ekspor kembali seperti masa jayanya di abad ke-17.

Jejak Panjang Tembakau Selopuro
Kecamatan Selopuro, wilayah termuda hasil pemekaran dari Wlingi pada 1999, telah lama dikenal sebagai jantung tembakau Blitar. Dari lembah-lembah suburnya, varietas legendaris seperti Lulang, Mancung, Kenongo, Kalituri, dan Sedep tumbuh subur. Catatan sejarah menyebutkan, sejak masa VOC pada abad ke-17, daun tembakau dari Selopuro sudah diekspor ke Eropa dan dikenal di Rotterdam karena kadar nikotin tinggi serta aroma khasnya.
Kini, setelah Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian berhasil memurnikan kembali varietas tembakau asli Blitar, harapan petani untuk mengembalikan kejayaan tembakau Selopuro mulai terbuka.
“Dari lima varietas unggulan itu, yang kini paling diminati petani adalah Lulang, Mancung, dan Kenongo. Ketiganya punya daun lebar dan produktivitas tinggi,” ujar Setiyana.
Pemerintah Kabupaten Blitar menilai riset bersama BRMP TAS ini sebagai langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan nilai ekonomi hasil panen tembakau. Selain menjamin kualitas, hasil riset ini juga akan memperkuat posisi petani dalam rantai produksi tembakau nasional.
“Seluruh kegiatan ini menjadi bagian dari strategi pembangunan pertanian berbasis riset. Petani tidak lagi menebak-nebak dosis pupuk, tapi menggunakan data ilmiah,” tegas Setiyana.
Melalui program DBHCHT 2025, Pemkab Blitar berupaya menjadikan sektor pertanian tembakau lebih tangguh dan berdaya saing. Sinergi antara pemerintah daerah dan lembaga riset nasional ini menjadi simbol bahwa pertanian masa depan tidak hanya bergantung pada lahan dan cuaca, tetapi juga pada ilmu pengetahuan dan inovasi.

Dengan hasil riset yang masih menunggu dari laboratorium BRMP TAS, harapan baru tumbuh di tanah Selopuro, tempat di mana tembakau bukan sekadar tanaman, melainkan warisan budaya dan sumber kehidupan yang terus dijaga dari generasi ke generasi.
