JATIMTIMES - Di lereng hijau Desa Mendalanwangi, Kecamatan Wagir tengah merangkai kisah baru. Bukan sekadar cerita pembangunan fisik, melainkan transformasi ekonomi berbasis masyarakat yang ditenun lewat kerja sama perguruan tinggi dan warga desa. Belum lama ini, Tim dosen Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (Unikama) hadir membawa inovasi yang mengubah pola usaha tradisional menjadi peluang yang lebih menjanjikan.
Selama ini, telur asin dikenal sebagai produk lokal dengan pemasaran terbatas. Namun, melalui sentuhan ide kreatif, telur asin tersebut bertransformasi menjadi kerupuk telur asin, camilan unik, gurih, dan berdaya jual tinggi. Inovasi sederhana ini ternyata punya arti besar: membuka jalan baru bagi warga desa untuk mengembangkan ekonomi rumah tangga.

Program yang dinamakan “Diversifikasi Produk Pangan dan Penguatan Peternakan Rakyat di Desa Mendalanwangi” dipimpin oleh Dr. Dimas Pratidina Puriastuti Hadiani, S.Pt., MM., dan digagas bersama Universitas Ma Chung. Menurut Dimas, rancangan program ini tidak lahir dari menara gading, melainkan dari kebutuhan nyata masyarakat.
Baca Juga : Tiru Indonesia, Pengamat Desak FAM Transparan Soal Kasus Pemain Naturalisasi
“Tujuan utama kami adalah menciptakan kemandirian desa yang berkelanjutan. Jadi bukan hanya sekali datang memberi pelatihan, tetapi benar-benar membangun sistem usaha dan pangan yang bisa bertahan,” ujarnya.

Program ini menyasar dua kelompok utama: ibu-ibu PKK dan kelompok peternak kambing “Tani Sari Bumi VI”. Dua elemen masyarakat ini dinilai strategis karena memiliki potensi besar dalam menopang ketahanan pangan sekaligus penguatan ekonomi desa.
Bagi para ibu PKK, kerupuk telur asin bukan hanya soal resep baru. Pelatihan ini memperkenalkan teknik pengolahan yang lebih higienis, bantuan alat produksi modern, hingga strategi pemasaran digital.
Tim Unikama memberikan freezer untuk menyimpan adonan agar lebih tahan lama, mesin pemotong adonan demi hasil potongan yang seragam, serta spinner peniris minyak yang membuat kerupuk lebih renyah dan sehat.

Tak kalah penting, mereka juga diajarkan membuat toko daring. Dengan begitu, produk tidak lagi hanya dipasarkan di sekitar desa, melainkan bisa melangkah ke pasar yang lebih luas, bahkan menembus jaringan penjualan online yang kini semakin berkembang.
“Pendampingan ini membuka wawasan kami. Dulu hanya tahu jual di warung, sekarang sudah bisa foto produk, bikin akun toko, sampai belajar kirim pesanan,” ujar salah satu anggota PKK sambil tersenyum bangga.
Sementara itu, bagi peternak kambing “Tani Sari Bumi VI”, program ini membawa perubahan besar dalam cara mengelola pakan. Selama ini, mereka mengandalkan pakan seadanya, sehingga saat musim kemarau tiba sering kesulitan.
Tim Unikama memperkenalkan mesin chopper untuk membuat silase, teknologi pengawetan hijauan pakan ternak. Selain itu, mereka juga disiapkan untuk pelatihan pembuatan wafer pakan. Alat seperti mixer dan pencetak pakan turut diberikan sebagai solusi agar peternakan lebih efisien dan berorientasi jangka panjang.
Baca Juga : Upacara Ziarah Nasional HUT TNI ke-80 di Makam Bung Karno, Kota Blitar Jadi Titik Refleksi Kebangsaan
“Kalau dulu musim kemarau kami bingung cari rumput, sekarang ada cara baru yang lebih tahan lama. Pakan bisa disiapkan jauh-jauh hari,” ungkap salah satu peternak dengan wajah lega.
Program ini juga menjadi ruang pembelajaran nyata bagi 21 mahasiswa yang ikut terjun. Mereka tidak hanya melihat teori di kelas, tetapi juga ikut merasakan bagaimana berhadapan dengan masalah riil di lapangan. Keterlibatan mahasiswa ini memperkuat esensi pengabdian masyarakat, sekaligus membangun jembatan antara dunia akademik dan realitas desa.
Kesuksesan program ini tak lepas dari dukungan pendanaan Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (Kemendikbudristek) melalui Skema Pemberdayaan Masyarakat Oleh Mahasiswa Tahun Anggaran 2025.
Unikama, melalui DP3M, menegaskan posisinya sebagai kampus yang tidak sekadar mengajar di ruang kelas, tetapi juga menjadi motor penggerak perubahan sosial.
“Perguruan tinggi punya tanggung jawab sosial. Masyarakat harus merasakan langsung manfaat keilmuan yang kami kembangkan. Inilah bentuk nyata peran universitas dalam pembangunan,” tegas Dimas.
Transformasi di Mendalanwangi hanyalah satu potongan kisah dari banyak desa di Indonesia yang tengah berjuang menuju kemandirian. Inovasi kerupuk telur asin dan modernisasi peternakan hanyalah pintu awal menuju perjalanan panjang desa yang lebih mandiri, berdaya, dan berkelanjutan.
Dengan kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat, Mendalanwangi kini bukan hanya desa di lereng Wagir, tetapi contoh kecil bagaimana ilmu, inovasi, dan semangat gotong royong bisa mengubah wajah desa.