Kronologi Bantuan Banjir Sumatera dari Relawan Malang Diduga Dipersulit Pemerintah, Sempat Ditarik Biaya Rp 2,4 Juta
Reporter
Ashaq Lupito
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
31 - Dec - 2025, 12:54
JATIMTIMES - Bantuan kemanusiaan asal Malang Raya yang dihimpun oleh Relawan Posko Malang Bersatu untuk korban terdampak banjir Sumatera diduga dipersulit pemerintah. Bahkan, pemerintah setempat disebut sempat menarik biaya hingga Rp 2,4 juta jika ingin bantuan yang dikirim melalui kontainer tersebut diambil untuk disalurkan usai diduga ditahan pemerintah.
Kepada JatimTIMES, Perwakilan Relawan Posko Malang Bersatu Mahardika Brilliandi menuturkan kronologi lengkapnya. Awalnya, beberapa saat setelah terjadinya banjir Sumatera, Relawan Posko Malang Bersatu menggalang donasi kemanusiaan.
Baca Juga : Akhir Tahun Merana, Arema FC Kalah di Kandang Sendiri
"Kan donasi terkumpul, terus kami kirim pakai kontainer dari Surabaya ke Pelabuhan Belawan," ujarnya kepada JatimTIMES.
Hingga akhirnya, pihak relawan yang mendapatkan informasi jika paket bantuan yang dikirim melalui kontainer bakal tiba di tujuan, pada akhirnya mendatangi ke Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara (Sumut).
"Saat kontainer ini mau kami ambil, saat dicek ke pelabuhan ternyata kontainernya tidak ada," ujarnya.
Para relawan yang bertugas kemanusiaan untuk mengurus bantuan sosial ke Sumatera tersebut, kemudian menelusuri hilangnya kontainer. "Setelah kami telusuri ternyata sudah dialihkan sama pihak pelabuhan, PT Pelni, dikirim ke gudang Pemerintah Sumut," ujarnya.
Informasi yang didapat dari hasil penelusuran para relawan tersebut pada akhirnya dikroscek langsung. Hasilnya memang benar, kontainer berisi bantuan tersebut sudah ada di penguasaan pemerintah setempat. Bahkan kondisinya disebut sudah terbuka.
"Awalnya kami tidak dipercaya, jadi harus menunjukkan bukti kalau itu memang dari Relawan Malang. Akhirnya ada surat pernyataan dari BPBD Jatim sama Pelabuhan Tanjung Perak bahwa memang benar dari Relawan Malang," tuturnya.
Setelah berkoordinasi dengan BPBD Jatim dan pihak terkait, para relawan yang ada di Sumut untuk mengurus penyaluran bantuan kemanusiaan tersebut pada akhirnya meminta kejelasan. Namun jawaban dari pemerintah setempat pada saat itu justru diduga meminta kepada pihak relawan untuk dalam tanda kutip membayar upeti.
"Kami disuruh ganti biaya, jadi BPBD Sumut itu bayar ke Pelni atas kontainer yang dikirim dari pelabuhan ke Kota Medan. Nah, kami yang disuruh mengganti itu. Padahal kita tidak minta untuk di bawa ke Kota Medan, karena kami memang seharusnya ambil di Pelabuhan (Belawan)," imbuhnya.
Lantaran tidak menyalahi ketentuan, para relawan pada akhirnya menolak untuk membayar upeti berkedok pertanggungjawaban yang diminta oleh pemerintah. "Kami di suruh tanggung jawab, tanggung jawab apa?, ya kami tidak mau. Apalagi kami relawan, semua sukarela. Bahkan pakai uang pribadi, patungan untuk operasional di sini. Kok malah kami disuruh bayar," ucapnya jengkel.
Pada saat itu, upeti yang diminta pemerintah ialah senilai Rp 1,2 juta untuk satu kontainer. Sedangkan yang diduga sempat ditahan pemerintah dan bahkan dibuka tanpa izin tersebut ada dua kontainer berisi bantuan kemanusiaan.
Baca Juga : Menteri KKP Tebar 60 Ribu Bibit Lele di Desa Olean Situbondo
"Barang untuk bantuan ini totalnya ada lima kontainer, sedangkan yang kasus ini ada dua kontainer yang hampir 20 ton. Isinya bantuan seperti beras, air mineral, mi instan, selimut, kasur lipat, dan sebagainya," ujarnya.
Kasus tersebut pada akhirnya sempat berjalan alot. Pemerintah seolah enggan melepaskan upeti yang disebut senilai Rp 2,4 juta tersebut. Meskipun kenyataannya itu adalah untuk kepentingan kemanusiaan.
"Kalau tidak menunjukkan bukti (bayar, red), barangnya tidak bisa di bawa, kan lucu," pungkasnya.
Sementara itu, berdasarkan keterangan yang dihimpun JatimTIMES, kasus tersebut juga sempat viral di media sosial. Seperti kaset lama yang diputar kembali, pemerintah pada akhirnya bersedia mediasi untuk mencari solusi.
Namun pada saat mediasi berlangsung, oknum pejabat pemerintahan justru terkesan menantang dan mempersilahkan jika kasus ini hendak di bawa ke ranah hukum. Para relawan tak surut. Sebaliknya, justru siap meladeni tantangan tersebut.
Pada akhirnya pemerintah nyalinya mulai menciut setelah terus menerus jadi pembahasan publik dan viral di berbagai platform media sosial. Dikabarkan, upeti yang sempat diminta mati-matian oleh pemerintah akhirnya tidak dibebankan ke para relawan.
Bahkan, dari keterangan yang dihimpun media online ini dari para relawan, pemerintah diduga juga sempat pamer jika bantuan dari relawan tidak seberapa jika dibandingkan dengan yang disalurkan pemerintah. Terlepas dari problematika tersebut, dari informasi terkini, bantuan sosial tersebut sudah berhasil dilepas dari cengkeraman pemerintah dan siap untuk didistribusikan kepada para terdampak bencana di Aceh.
