Dari Kota Blitar, Megawati Serukan Kemanusiaan di Era AI: Pancasila Harus Jadi Kompas Dunia Digital
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
01 - Nov - 2025, 07:00
JATIMTIMES — Dari tanah peristirahatan Sang Proklamator Bung Karno, semangat kemanusiaan kembali menggema ke seluruh dunia. Dalam peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di kompleks makam Bung Karno, Kota Blitar, Sabtu (1/11/2025), Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengingatkan bahwa di tengah derasnya arus digitalisasi dan perkembangan kecerdasan buatan (AI), manusia tidak boleh kehilangan jati diri serta nilai kemanusiaannya.
“AI itu tidak lebih hebat dari otak saya karena otak adalah ciptaan Tuhan,” ujar Megawati dengan nada tegas, disambut tepuk tangan peserta seminar bertema Bung Karno in A Global History.
Baca Juga : Mahasiswa UB Ciptakan Mikroalga Pintar untuk Terapi Kanker Anak
Di hadapan para duta besar, akademisi, dan perwakilan dari berbagai negara Asia dan Afrika, Megawati menekankan bahwa teknologi hanyalah alat, bukan penentu arah masa depan peradaban. Ia mengingatkan bahwa tanpa kendali moral dan ideologi kemanusiaan, kecerdasan buatan dapat berubah menjadi bentuk baru imperialisme modern.
“Kita harus hati-hati, jangan sampai bangsa ini kehilangan jati dirinya hanya karena tergoda kemajuan teknologi,” katanya. Menurut Megawati, bangsa yang terpesona pada teknologi tanpa mengakar pada nilai kebijaksanaan justru mudah dikendalikan oleh kekuatan asing.
Peringatan KAA dan Spirit Bung Karno
Acara yang digelar di Museum dan Perpustakaan Bung Karno, Kota Blitar, itu menjadi momentum istimewa. Peringatan tujuh dekade Konferensi Asia-Afrika, konferensi yang melahirkan solidaritas Asia-Afrika pada tahun 1955, diselenggarakan tepat di kota tempat Bung Karno dimakamkan.
Megawati datang bersama keluarga besar Soekarno, yakni Prananda Prabowo, Puti Guntur Soekarno, dan Romy Soekarno. Sejumlah tokoh nasional turut hadir. Di antaranya Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, jajaran DPP dan DPD PDI Perjuangan, serta para kepala daerah dari berbagai wilayah, termasuk tuan rumah Wali Kota Blitar H Syauqul Muhibbin yang akrab disapa Mas Ibin.
Kehadiran mereka bukan sekadar seremoni. Di Kota Blitar, Megawati menghidupkan kembali ruh Bandung 1955: semangat untuk membangun dunia baru yang adil dan berkeadaban. Ia mengutip pidato legendaris ayahandanya, Bung Karno, dalam KAA pertama: “To Build the World Anew.”
“Bung Karno itu pemimpin futuristik. Beliau sudah memikirkan masa depan dunia, mempersembahkan Pancasila bukan hanya untuk Indonesia, tapi bagi umat manusia. Karena Pancasila adalah universal, berakar pada ketuhanan,” ucap Megawati.

Pancasila: Kompas bagi Dunia Digital
Pidato Megawati tak hanya bernostalgia. Ia menegaskan Pancasila sebagai kompas moral di tengah disrupsi digital global. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan sosial menurutnya menjadi pondasi agar manusia tidak dikendalikan teknologi.
“Pancasila adalah peta jalan kehidupan untuk melawan segala bentuk penindasan,” ujarnya lantang. Ia mengutip pandangan Bung Karno yang menyebut Pancasila sebagai the lifeline map of anti-imperialism, panduan abadi untuk menjaga martabat manusia di tengah gempuran ideologi modern.
Megawati menilai, dunia saat ini sedang berada pada persimpangan: antara kemajuan teknologi dan degradasi nilai kemanusiaan. Karena itu, Indonesia harus tampil di garis depan sebagai bangsa yang memimpin dengan kebijaksanaan, bukan sekadar kecanggihan mesin.
“Jangan sampai kita menjadi bangsa yang terpesona dengan teknologi, tapi kehilangan rasa,” ucapnya.
Pesan untuk Generasi Muda
Di bagian akhir pidatonya, Megawati menyampaikan pesan tajam untuk anak muda. Menurutnya, generasi digital tak boleh apatis terhadap isu geopolitik dan kemanusiaan dunia.
“Geopolitik itu penting. Jangan jadi anak muda yang kuper. Pahami dunia agar tidak mudah dipermainkan oleh kepentingan asing,” serunya.
Ia menyinggung pentingnya membangun kesadaran global, seperti yang telah dilakukan Bung Karno pada masa perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Saat itu, Indonesia tampil bukan sebagai bangsa besar secara ekonomi, tetapi besar karena gagasan dan moralitasnya.
Megawati menilai, peringatan KAA di Kota Blitar bukan hanya peristiwa sejarah, melainkan peringatan ideologis bahwa pusat moral dunia pernah berdenyut dari Indonesia, dari pikiran Bung Karno, dan dari nilai-nilai Pancasila yang ia rumuskan untuk seluruh umat manusia.

Blitar, Magnet Spirit Dunia
Kehadiran Megawati di Kota Blitar mempertegas posisi kota ini sebagai magnet ideologis dan spiritual bangsa. Pemerintah Kota Blitar, di bawah kepemimpinan Wali Kota H. Syauqul Muhibbin (Mas Ibin), terus menghidupkan warisan pemikiran Bung Karno melalui beragam agenda kebangsaan dan edukasi publik.
Mas Ibin menilai, momentum KAA menjadi pembuktian bahwa Blitar bukan sekadar kota kecil di Jawa Timur, melainkan titik api semangat kemanusiaan yang bersumber dari Bung Karno.
“Blitar ini punya magnet yang luar biasa, bukan hanya nasional tapi juga internasional. Orang datang ke sini bukan sekadar ziarah, tapi belajar tentang kemerdekaan dan nilai kemanusiaan,” ujar Mas Ibin dalam keterangannya.
Ia menambahkan, Pemerintah Kota Blitar berkomitmen menjaga setiap peringatan sejarah nasional agar selalu hidup di tengah masyarakat, termasuk melalui penguatan kampung-kampung ideologis dan promosi wisata sejarah.
“Semua yang berhubungan dengan Bung Karno akan selalu kita hidupkan di Blitar. Karena dari sinilah semangat kemerdekaan itu lahir,” tegasnya.

Dari Kota Blitar, pesan itu menggemakan kembali semangat Bandung 1955. Di tengah dunia yang dikuasai algoritma, Pancasila kembali berdiri sebagai kompas moral bagi kemanusiaan.
Dan dari kota kecil tempat Bung Karno beristirahat, Indonesia kembali menyerukan kepada dunia bahwa teknologi boleh maju, tetapi hati manusia dan Pancasila harus tetap memimpin arah masa depan.
